KONSTRUKSI EKONOMI SYARIAH

Oleh : M. Nurbadruddin

Berkembangnya kebutuhan membuat manusia melakukan kegiatan alamiyah, dengan mencari dan melakukan pekerjaan yang menghasilkan sebagai mekanisme tukar-menukar dan dengan adanya pola kerja dan nilai dari hasil pekerjaannya menimbulkan adanya transaksi tukar-menukar, baik tenaga kerja dengan gaji yang diterima dan lain sebagainya. Hal ini menciptakan mekanisme-mekanisme yang harus mengatur dari tatanan yang paling terkecil hingga yang terbesar pengaruhnya terhadap transaksi yang dilaksanakan, struktur dan mekanisme inilah yang disebut hukum atau fiqih dalam Islam, yang mengatur hal-hal tersebut dan membuat keputusan apakah perkara ini dapat dilanjutkan maupun tidak.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan fiqih adalah patokan hukum pada transaksi yang dilakukan oleh orang Islam sebagai bahan landasan untuk membuat keputusan sah atau tidak transaksi yang dilaksanakan. Inilah awal dari semaraknya ekonomi Islam yang didengungkan sekarang ini, ekonomi adalah realitas sosial dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seseorang, selama dia melakukan kegiatan yang didalamnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya maupun kebutuhan orang lain inilah disebut rantai kehidupan dan ekonomi. Akan tetapi kenapa harus ekonomi syariah?, dan kenapa harus perbankan syariah?. Ini adalah sebenarnya pertanyaan yang saya bingungkan selama ini, dan kenapa harus mengikuti trend yang ada sekarang, bukankah Islam sudah mengaturnya didalam fiqh muamalah!. Selama transaksi yang dilaksanakan sudah berdasarkan ajaran Islam yaitu berlandaskan Qur’an dan Hadits dan Ijma’ itu sudah cukup, karena didalamnya sudah termuat kandungan etika dan moral dalam bertransaksi maupun pengembangan ilmu ekonomi yang ada sekarang ini.

Realita pasar membenarkan kebutuhan tersebut, karena berkembangnya industri maupun pesaing-pesaingnya membuat menipisnya laba atau keuntungan yang diharapkan dan memeras otak untuk membuat sesuatu yang lebih baru maupun hal-hal yang inovatif agar dilirik dan menjadikan suatu peluang baru dalam industrisasi ekonomi. Hal inilah yang menurut saya hal yang sebenarnya inovatif akan tetapi ketika dikaji secara mendalam, hal-hal tersebut tidak hanya sekedar pemuas pasar dengan menggunakan lebel-lebel tersendiri yang akan lebih menarik kapital untuk bergabung maupun berkecimpung didalamnya. Baik realitas tersebut benar adanya dengan menggunakan suatu prinsip-prinsip hukum yang berbeda tetapi, bukankah seharusnya lebel tersebut tidak dijadikan sebagai perdagangan pada kepentingan pasar bebas yang berkembang pada saat ini. Dan didalam prakteknya, hanya sedikit perubahan yang ada dari pelaksanaan praktek yang terdahulu, dengan beberapa alasan yang dihadapi maupun belum siapnya untuk menjalankan secara keseluruhan dari aturan fiqh muamalah yang seharusnya. Bisa kita tanyakan apakan konsep Mudharabah yang ada dalam tatanan prakteknya sekarang ini sudah murni sesuai dengan konsep yang ditekankan oleh fiqh muamalah?, atau sudahkah konsep murabahah sudah sesuai dengan apa yang ada pada fiqh muamalah? Jawabannya belum sepenuhnya teoritis yang ada sudah melaksanakan hingga banyak penyangkalan yang tidak bisa diterapkan dilapangan sebagai illah pada tatanan prakteknya.

Pada tatanan keseharian praktek ini sudah menjadi suatu yang lumrah, baik kerjasama (mudharabah/musyarakah), kredit (murabahah), jual beli pesan (salam/istitsna) dan lain sebagainya yang berkaitan dengan transaksi dengan transparansi akad maka ini merupakan istilah atau praktek yang ada dalam fiqh muamalah untuk mencapai ‘antaradhin minhuma’ atau adanya suatu kerelaan dikedua belah pihak yang berteransaksi, dan dengan tidak ada sesuatu keterpaksaan maupun unsur penipuan yang terselubung, dan lain sebagainya yang membuat praktek ini menjadi suatu yang tersia-siakan dalam fiqh muamalah, karena kunci dari transaksi yaitu suatu kerelaan dan transparansi pada saat akad pelaksanaannya (kejelasan dalam perhitungan maupun keuntungan), yang terakhir adalah kujujuran disetiap transaksi dan lain sebagainya, karena kunci trakhir ini merupakan letak moralitas dan sebagai sebagai pengontrol sikap personal dan akuntabilitas maupun responsibility.

Transaksi yang ada sekarang adalah bertumpu pada suatu sikap trust dan instant, konsep yang berlaku sekarang merupakan hanya mengandalkan suatu kepercayaan dan juga suatu kecepatan dalam melakukan setiap transaksi, jika hal ini ditelisik lebih dalam ada hal yang terlupakan dalam proses yang dijalankan untuk mencapai akhirnya yaitu mendapatkan barang tersebut melalui suatu negosiasi dan transparansi, walaupun satu yang sulit untuk diterapkan oleh pedagang adalah sikap transparansi untuk produk yang dijual hingga suatu sikap yang paling sulit dicapai adalah kejujuran. Sikap ini adalah landasan dasar untuk menjalankan proses awal dalam menjalankan transaksi sebagai salah satu sub pembangunan ekonomi yang berbasiskan syariat atau etiksa transaksi yang lebih baik, sikap ini harus ditanam lebih dahulu dalam setiap tindakan ke pribadi manusia itu sendiri. Pada transaksi yang dilakukan oleh pedagang sekarang ini jarang sekali mereka mengatakan harga pokok hingga mendapatkan suatu keuntungan, jarak antara mulai dari harga pokok yang didapatkan hingga mencapai harga yang ditawarkan sang pembeli tidak akan pernah mengetahuinya, hanya dapat menerka berapa harga aslinya dan perolehan keuntungan yang didapatkan oleh sang pedagang dengan melalui tahap negosiasi harga yang serendah mungkin dan paling menguntungkan bagi sang pembeli, prilaku ini telah ditunjukkan oleh Rasullauh saw pada perdagangan yang dilakukan oleh beliau dengan menyebutkan harga pokok hingga berapa ia akan mengambil keuntungan, dan terbukti sikap kejujuran yang dibangun membuat kepercayaan yang luar biasa dan memberikan keuntungan secara materil dan juga kepercayaan (trust) konsumen sebagai investasi pada masa mendatang.

Tindakan yang ditunjukkan oleh Rasulullah ini adalah start poin dalam menjalankan roda ekonomi secara keseluruhan, baik secara mikro yang dilakukan oleh pedagang kecil ataupun industri rumahan, maupun secara makro yang dijalankan oleh industri raksasa dan pemerintahan sebagai pemegang kebijakan negara dalam menjalankan roda perekonomian secara keseluruhan. Ketika sikap ini telah ditanam pada diri setiap insan maka tidak ada kehawatiran yang timbul dalam aplikasinya, dan tidak ada juga kehawatiran terhadap sikap monopoli yang diluar kontrol maupun menguasaan yang merugikan pada orang lain demi mencapai suatu keuntungan pribadi yang berlebihan, dalam menjalankan bisa dilihat produk-produk yang dihasilkan oleh syariat dalam transaksi dengan berbagai macam cara melalui transaksi apa saja dengan melalui prosedur fiqih muamalah.

Fiqh muamalah merupakan landasan hukum di setiap transaksi yang dilakukan, dengan melakukan kerjasama (musyarakah/mudharabah), transaksi jual-beli murabahah maupun yang lainnya dapat dijamin akan dapat saling memuaskan. Sedangkan Islam adalah agama yang mengayomi landasan-landasan yang ada didalam fiqh itu sendiri, sedangkan fiqh adalah sub bagian yang membahas secara mendetail dalam setiap langkah yang diambil untuk melakukan tindakan yang dijadikan justifikasi. Ini merupakan awal dari fondasi dalam membangun Ekonomi Islam.